Ulasan Singkat tentang Kajian Budaya
(oleh Sari
Rahmani)
Buku kajian budaya yang berjudul Companion to Cultural Studies (Miller:2001), British Cultural Studies (Turner:2005), dan Cultural Marxism and Cultural Studies (Kellner) adalah buku yang
menjelaskan secara rinci kepada para pembaca akan pandangan kajian budaya serta
perbedaaanya dengan pandekatan Marxisme dan mazhab Frankfurt. Dalam tulisan
singkat ini, saya akan memberikan sedikit ulasan bab satu dari ketiganya yang
kiranya dapat mempermudah para pembaca untuk menyelami isi dari buku tersebut.
Toby Miller membuka tulisannya dengan memperkenalkan
kajian budaya sebagai ilmu yang mengedepankan subjektivitas sehingga masyarakat
tidak hanya dilihat sebagai konsumen dari sebuah budaya namun juga sebagai
produsen akan nilai-nilai sosial dalam hal ini termasuk pula bahasa. Untuk
analisisnya sendiri, kajian budaya ini adalah ilmu antar disiplin, maka itu ia
juga merangkup ilmu-ilmu lain seperti antropologi, sosiologi, ekonomi, politik,
hukum, sejarah, pendidikan, teknologi, dengan catatan ia tetap berfokus pada
isu-isu gender, ras, seksualitas, kelas sosial, dan berbagai teori sosial
lainnya yang memiliki komitmen untuk melakukan perubahan sosial. Disini juga
Miller memperkenalkan para Bapak kajian budaya yang semuanya adalah para profesor
dari berbagai universitas di Inggris seperti Richard Hoggart (senior di bidang
pakar kajian budaya sekaligus pendiri Pusat Kajian Budaya Kontemporer (CCCS) di
Universitas Birmingham), E.P Thompson, Raymond Williams, dan Stuart Hall.
Berbeda dengan Miller, Graeme Turner pada tulisannya
tentang kajian budaya ini langsung masuk pada pembahasan tentang bahasa yang
merujuk pada teori bahasa Ferdinand de Saussure. Dalam hal ini, bahasa dianggap
sebagai mekanisme untuk mengkonstruksi suatu objek. Menurut Saussure, sebuah kata sebenarnya
terpisah dengan maknanya dan makna itu bukanlah sesuatu yang bersifat alami,
namun ia merupakan sebuah kesepakatan yang dikontruksi oleh masyarakat. Maka
itu bahasa dianggap sebagai sistem hubungan yang membangun berbagai kategori
dan membedakan antara yang sama dan tidak sama. Tentunya dalam hal ini juga,
budaya yang ada di masyarakat terus direproduksi dari sistem bahasa yang ada.
Menurut saya, poin penting sebenarnya Turner membahas
bahasa di awal tulisannya adalah karena ia ingin menunjukkan bahwa disinilah
letak perbedaan antara kajian budaya dengan pandangan Marxisme. Dalam pandangan
Marxisme, budaya berada di suprastruktur yang berarti budaya ditentukan oleh
basis material. Namun pada kajian budaya yang sering juga disebut dengan mazhab
Birmingham, budaya yang direproduksi melalui sistem bahasa ini tidaklah sekedar
ditentukan oleh hubungan ekonomi, namun banyak faktor-faktor lain yang
menentukan seperti politik, sejarah, ideologi dan berbagai hal lainnya yang
membuatnya terlihat lebih rumit. Bahkan Pengikut Marxis Althusser pun sepakat
bahwa ideologi tidak hanya memproduksi budaya, namun ia juga membentuk
kesadaran yang ada di masyarakat.
Sedangkan tulisan terakhir oleh Douglas Kellner
sebenarnya lebih menyoroti perkembangan kajian budaya itu sendiri. Kellner juga
menjelaskan bahwa pada dasarnya kajian budaya dan teori kritis Mazhab Frankfurt
berakar dari pemikiran Karl Marx. Namun kajian budaya sendiri akhirnya lebih merujuk kepada para pemikir
kiri seperti Althusser dan Gramsci. Hal ini tidak lain dikarenakan ada
perbedaan kacamata antara mazhab Frankfurt dan kajian budaya ini dimana kajian
budaya juga memberikan perhatiannya kepada pihak oposisi yang menentang
dominasi elit sedangkan Mazhab Frankfurt cenderung melihat pada sisi pengaruh
kaum elit atau kaum dominan yang memiliki kekuasaan ataupun menguasai ekonomi
(sebagaimana konsep industri budaya Theodor Adorno). Disini, mazhab Birmingham
percaya bahwa kaum elit atau kaum dominan tidaklah mampu sepenuhnya untuk
memaksakan kehendak mereka kepada semua masyarakat. Karena di dalam masyarakat
tersebut ada berbagai orang yang memiliki pemikiran yang berbeda dengan apa
yang dipahami oleh kaum elit ataupun kaum dominan tersebut. Maka itu pemikiran
Gramsci mengenai hegemoni dan kontra-hegemoni lebih dirujuk dibandingkan dengan
pemikir dari mazhab Frankfurt.
Referensi:
Turner, Graeme. (2005). British Cultural Studies. Taylor and Francis e-Library
Miller, Toby .(2001). Black Well Publisher. Oxford UK.
Douglas, Kellner. http://www.gseis.ucla.edu/faculty/kellner/
Mantap mbak sari, tinggal tambah Hyperlink nya aja buat referensi
BalasHapusKeren banget reviewnya, Mbak Sari. Mungkin di tulisan selanjutnya bisa dikasih keterangan untuk istilah-istilah seperti 'Marxisme', agar pembaca yang bukan dari ilmu sosial bisa lebih mengerti.
BalasHapusReviewnya bagus dan runtut. Saya pribadi mudah untuk memahami dengan membaca review ini.
BalasHapusHanya beberapa bagian mungkin yang perlu ditambahkan sumbernya (seperti pada paragraf ketiga).
Selebihnya bagus mbak....
Terimakasih ilmunya..
Terima kasih semua atas masukannya
BalasHapusSekedar masukan, mungkin lebih bagus diberi judul tersendiri sehingga memberikan warna lebih dalam tukisan
BalasHapus